Kamis, 25 Februari 2010

Istri Yang Membahagiakan

Kebahagiaan rumah tangga yang menjadi tujuan setiap keluarga terbentuk di atas beberapa faktor, yang terpenting adalah faktor anggota keluarga. Mereka inilah faktor dan aktor pencipta kebahagiaan dalam rumah tangga, atau sebaliknya, kesengsaraan rumah tangga juga bisa tercipta oleh mereka. Dari anggota rumah tangga, faktor yang paling berperan besar dalam perkara ini adalah istri, karena dia adalah ratu dan ikon utama sebuah rumah tangga, ia adalah rujukan suami dan tempat kembali anak-anak, maka dalam bahasa Arab dia disebut dengan ‘Um’ yang berarti induk tempat kembali.

Sebagai pemeran utama dalam panggung rumah tangga, karena perannya yang cukup signifikan di dalamnya, maka istri harus membekali diri dengan sifat-sifat dan kepribadian-kepribadian sehingga dengannya dia bisa mengemban tugas dan memerankan perannya sebaik mungkin, dengan itu maka kondisi yang membahagiakan dan situasi yang menentramkan di dalam rumah akan terwujud.
Mengetahui skala prioritas
Dunia memang luas dan lapang, namun tidak dengan kehidupan, yang akhir ini, selapang dan seluas apa pun tetap terbatas, ada tembok-tembok yang membatasi, ada rambu-rambu yang mengekang, namun pada saat yang sama tuntutan dan hajat kehidupan terus datang silih berganti seakan tidak akan pernah berhenti, kondisi ini mau tidak mau, berkonsekuensi kepada sikap memilah skala prioritas, mendahulukan yang lebih penting kemudian yang penting dan seterusnya.
Sebagai ikon dalam rumah tangga, istri tentu mengetahui benar keterbatasan rumah tangga di berbagai sisi kehidupan, keterbatasan finansial dan ekonomi misalnya, sebesar apapun penghasilan suami plus penghasilan istri (jika istri bekerja), tetap ada atap yang membatasi, ada ruang yang menyekat, tetap ada hal-hal yang tidak terjangkau oleh uang hasil usaha mereka berdua, ditambah dengan jiwa manusia yang tidak pernah berhenti berkeinginan, keadaannya selalu berkata, “Adakah tambahan?”, maka sebagai istri yang membahagiakan, dia harus mengetahui dengan baik prinsip dasar ini, mendahulukan perkara yang tingkat urgensinya tertinggi kemudian setelahnya dan seterusnya
Keterbatasan dalam hubungan di antara suami dan istri, mungkin karena latar belakang keduanya yang berbeda, tingkat pendidikan yang berbeda, keluarga yang berbeda, tabiat dan watak yang berbeda, hobi dan kesenangan yang berbeda, waktu yang tersedia untuk berdua minim, semua itu membuat hubungan suami istri serba terbatas, namun hal ini bukan penghalang yang berarti, selama istri memahami kaidah prioritas ini.
Istri yang baik adalah wanita yang mengetahui tatanan prioritas dengan baik, dalam tataran hubungan suami istri, secara emosinal dan fisik, dalam tatanan rumah tangga, secara formalitas dan etika, ia menempati deretan nomor wahid.
Realistis dalam menuntut
Di hari-hari pertama pernikahan, biasanya dalam benak orang yang menjalani tersusun rencana-rencana yang hendak diwujudkan, tertata target-target yang hendak direalisasikan, terlintas harapan-harapan yang hendak dibuktikan. Umum, lumrah dan jamak. Kata orang, hidup ini memang berharap, karena berharap kita bisa tetap eksis hidup dengan berbagai macam siatuasi dan kondisinya. Demikian pula dengan sebuah rumah tangga. Tahun pertama harus memiliki anu. Tahun kedua harus ada ini. Tahun ketiga, keempat dan seterusnya.

Sekali lagi wajar, selama hal itu masih realistis. Dan soal harapan dan ambisi biasanya istri selalu yang menjadi motornya. Dalam sebuah ungkapan dikatakan, “Wanita menginginkan suami, namun jika dia telah mendapatkannya, maka dia menginginkan segalanya.” Memang tidak semua wanita, karena ini hanya sebuah ungkapan dan tidak ada ungkapan yang general. Namun dalam batas-batas tertentu ada sisi kebenarannya, karena tidak jarang kita melihat beberapa orang suami yang banting tulang dan peras keringat demi kejar setoran yang telah dipatok istrinya.Maka alangkah bijaknya jika dalam menuntut dan mencanangkan target memperhatikan realita dan kapasitas suami, jika sebuah harapan sudah kadung digantung tinggi, lalu ia tidak terwujud, maka kecewanya akan berat, bak orang jatuh dari tempat yang sangat tinggi, tentu sakitnya lebih bukan?Sebagian istri memaksa suami menelusuri jalan-jalan yang berduri dan berkelok-kelok, di mana dia tidak menguasainya, jika suami mengangkat tangan tanda tak mampu mewujudkan sebagian dari tuntutannya, maka istri berteriak mengeluh. Hal ini, sesuai dengan tabiat kehidupan rumah tangga, menyeret kehidupan rumah tangga kepada jalan buntu selanjutnya yang muncul adalah perselisihan, jika ia menyentuh dasar kehidupan, maka bisa berakibat keruntuhannya.


Seorang istri shalihah selalu mendahulukan akalnya, dia tidak membuat lelah suaminya dengan tuntutan-tuntutan yang irasional, tidak membebaninya di luar kemampuannya dan tidak memberatkan pundaknya dengan permintaan-permintaan demi memenuhi keinginan-keinginannya semata.Salah satu contoh yang jarang ditemukan yang terjadi dalam sejarah tentang keteladanan sebagian istri yang begitu memperhatikan keadaan suami tanpa batas walaupun hal tersebut berarti mengorbankan kemaslahatannya sendiri adalah apa yang diriwayatkan oleh kitab-kitab ath-Thabaqat tentang Fatimah az-Zahra` pada saat dia dan suaminya Ali bin Abu Thalib mengalami kesulitan hidup yang membuatnya bermalam selama tiga malam dalam keadaan lapar, pada saat Ali melihatnya pucat, dia bertanya, “Ada apa denganmu wahai Fatimah?” Dia menjawab, “Telah tiga malam ini kami tidak memiliki apa pun di rumah.” Ali berkata, “Mengapa kamu diam saja?” Fatimah menjawab, “Pada malam pernikahan bapakku berkata kepadaku, ‘Hai Fatimah, kalau Ali pulang membawa sesuatu maka makanlah, kalau tidak maka jangan memintanya.”
Bermental kaya
Mental kaya, dalam agama dikenal dengan istilah qana’ah, rela dengan apa yang Allah Subhanahu waTa’ala bagi sehingga tidak menengok dan berharap apa yang ada di tangan orang lain.
Kaya bukan kaya dengan harta benda, namun kaya adalah kaya hati, artinya hati merasa cukup. Sebanyak apa pun harta seseorang, kalau belum merasa cukup, maka dia adalah fakir. Kata fakir dalam bahasa Arab berarti memerlukan, jadi kalau seseorang masih memerlukan (berharap dan menggantungkan diri) kepada apa yang dimiliki oleh orang lain tanpa berusaha, maka dia adalah fakir alias miskin
Kebahagiaan rumah tangga bergantung kepada perasan istri dalam skala lebih besar daripada yang lain, jika istri tidak bermental kaya, maka dia akan selalu merasa kekurangan, akibatnya dia akan mengeluh ke mana-mana dengan kekurangannya. Kurang ini, kurang itu, kurang anu dan seterusnya. Mentalnya adalah mental sengsara, mental miskin, minim syukur, memposisikan diri sebagai orang miskin sehingga seolah-olah dirinya patut diberi zakat.
Padahal seorang wanita bisa saja memiliki segala keutamaan di kolong langit ini, akan tetapi semua keutamaan ini tidak ada nilai dan harganya jika yang bersangkutan mempunyai tabiat sengsara dan mental miskin. Kedua tabiat ini bagi wanita menyebabkan kesengsaraan bagi suami dan kenestapaan bagi rumah tangga.
Banyak wanita sejak zaman batu sampai hari ini merasa nyaman dengan tabiat sengsara dan mental miskin ini. Dalam kehidupan sejarah, Nabiyullah Ibrahim ’alaihissalam pernah menemukan dua orang wanita, yang pertama bermental miskin dan yang kedua bermental kaya, keduanya pernah menjadi istri bagi anaknya, Ismail. Dengan bahasa sindiran, Nabi Ibrahim ’alaihissalam pernah meminta Ismail untuk berpisah dari istri pertamanya. Ibrahim ’alaihissalam melihat istri pertama anaknya bukan istri yang layak, karena dia bermental miskin. Ketika Ibrahim ’alaihissalam bertanya kepadanya tentang kehidupannya dengan suaminya, yang Ibrahim ’alaihissalam dengar dari mulutnya hanyalah keluh kesah. Sebaliknya istri kedua, jawabannya kepada mertuanya mengisyaratkan bahwa dia adalah istri yang pandai bersyukur dan bersikap qana’ah, maka Ibrahim ’alaihissalam meminta Ismail untuk mempertahankannya.
Dalam kehidupan ini tidak sedikit kita menemukan istri model seperti ini. Ditinjau secara sepintas dari keadaan rumahnya, rumah milik sendiri, lengkap dengan perabotan elektronik yang modern, didukung kendaraan keluaran terbaru, tapi dasar mentalnya mental miskin, maka yang bersangkutan tetap mengeluh seolah-olah dia adalah orang termiskin di dunia. Apakah hal ini merupakan kebenaran dari firman Allah Subhanahu waTa’ala, yang artinya, “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.” (QS. al-Ma’arij: 19). Tanpa ragu, memang.
Jika istri bermental kaya, maka keluarga akan merasa kaya dan cukup. Ini menciptakan kebahagiaan. Jika istri bermental melarat, maka yang tercipta di dalam rumah adalah iklim melarat dan ini menyengsarakan
(Oleh: Ust. Izzudin Karimi, Lc, sumber www.alsofwah.or.id)Posted by Abu AlifWaFaiz at 9:14 AM

Segerakanlah

Dari waktu lahir kehidupan. Dari waktu seseorang dibekap kerugiaan. Dan dari waktu berkelindan antara kemapanan dan kemalangan. Karena itu, waktu ibarat sebilah pedang;
ia bisa menyebabkan kematian. Di saat yang lain, ia pun bisa memberi banyak hal.

Sungguh beruntung mereka yang bisa menjadikan waktunya selalu lebih baik dari waktu-waktu sebelumnya. Maka, hendaknya kita isi lembar hidup yang masih Allah sisakan untuk kita, dengan amal-amal terbaik. Waktu yang berlalu tidak mungkin kembali. Dan waktu yang akan datang tidak mungkin ditahan. Untuk itu, kita mesti bersegera melakukan amalan berikut, tanpa ada niat menundanya.
Pertama,
Taubat. Tidak ada amalan yang bisa menyegerakan lahirnya kebaikan kecuali taubat. Dari taubat, terbuka pintu rahmat dan keberkahan. Taubatlah yang memberikan kesempatan seseorang untuk meraih apa yang tidak ia dapatkan. ''Bersegeralah kepada ampunan Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi ...'' (QS Ali Imran [3]:133)
Kedua,
shalat. Di antara dosa besar adalah menunda waktu shalat. Dan orang yang berani menunda shalat apalagi sampai meninggalkannya, berarti tidak yakin akan kematian yang siap mengincarnya. ''Sesungguhnya orang-orang munafik menyangka bisa menipu Allah, tapi sungguh Allahlah yang menghinakan mereka. Yaitu ketika mereka diseru untuk shalat, mereka bermalas-malasan ...'' (QS an-Nisa [4]:142)
Ketiga,
Membayar utang. Rasulullah dan para sahabat menunda menshalatkan mayit yang masih punya utang. Karenanya, jangan tunda membayar utang jika sudah mampu untuk membayarnya. Kelak di akhirat, amal kebaikan seseorang akan berpindah kepada yang memberi utang lantaran ketika di dunia tidak membayar utang padahal ada kemampuan
Keempat,
bersedekah. Bersedekah berarti memanggil rezeki yang berlimpah. Dan menunda sedekah sama dengan menunda datangnya rezeki yang berlimpah.
Kelima, berbuat baik. Hendaknya kita tidak menunda pekerjaan yang baik sampai besok, jika bisa dilakukan hari ini. Karena beban dan kewajiban esok hari sudah berbeda nuansanya dengan hari ini. ''Ketika telah selesai mengerjakan suatu perbuatan, maka (bergegaslah) mengerjakan (amalan) lain.'' (QS al-Insyirah [94]: 7)
Selain kebaikan di atas, masih ada empat amalan baik lainnya. Yaitu, menikah, berwasiat, menguburkan mayat, dan meminta maaf. Kesalahan yang belum termaafkan akan menjadi hambatan kelak saat kita menghadapi pengadilan Allah. ''Dan minta maaflah kalian, karena itu akan mendekatkan kepada ketakwaan.'' (QS al-Baqarah [2]:237)

By.: KH.Arifin Ilham

Jumat, 19 Februari 2010

Sisaft-sifat Mazmumah (sifat buruk)

1. Syarrut ta‘am (banyak makan)

  • Yaitu terlampau banyak makan atau minum ataupun gelojoh ketika makan atau minum.
  • Makan dan minum yang berlebih-lebihan itu menyebabkan seseorang itu malas dan lemah serta membawa kepada banyak tidur. Ini menyebabkan kita lalai untuk menunaikan ibadah dan zikrullah.
  • Makan dan minum yang berlebih-lebihan adalah dilarang walaupun tidak membawa kepada lalai dari menunaikan ibadah,tapi karena termasuk di dalam amalan mubazir.

2. Syarrul kalam (banyak bercakap

  • Yaitu banyak berkata-kata atau banyak bicara.
  • Banyak berkata-kata itu boleh membawa kepada banyak salah, dan banyak salah itu membawa kepada banyak dosa serta menyebabkan orang yang mendengar itu mudah merasa jemu.

3. Ghadhab (pemarah)

  • Gadhab berarti sifat pemarah, yaitu marah yang bukan pada menyeru kebaikan atau mendekati kejahatan.
  • Sifat pemarah adalah senjata bagi yang menjaga hak dan kebenaran. Oleh karena itu, seseorang yang tidak mempunyai sifat pemarah akan dizalimi dan akan dicerobohi hak-haknya.
  • Sifat pemarah yang dicela ialah marah yang bukan pada tempatnya dan tidak dengan sesuatu sebab yang benar.

4. Hasad (dengki)

  • yaitu menginginkan nikmat yang diperoleh oleh orang lain hilang atau berpindah kepadanya.
  • Seseorang yang bersifat dengki tidak ingin melihat orang lain mendapat nikmat atau tidak ingin melihat orang lain menyerupai atau lebih daripada dirinya dalam sesuatu perkara yang baik. Orang yang bersifat demikian seolah-olah membangkang kepada Allah subhanahu wata‘ala karena termasuk ingin mengkaruniakan sesuatu nikmat kepada orang lain.
  • Orang yang berperangai seperti itu juga sentiasa dalam keadaan berdukacita dan iri hati kepada orang lain yang akhirnya menimbulkan fitnah dan hasutan yang membawa kepada bencana dan kerusakan.

5. Bakhil (pelit)

  • Yaitu menahan haknya untuk dibelanjakan atau digunakankepada jalan yang dituntut oleh agama.
  • Nikmat yang dikaruniakan oleh Allah subhanahu wata‘ala kepada seseorang itu merupakan sebagai alat untuk membantu dirinya dan juga membantu orang lain.Oleh sebab itu, nikmat dan pemberian Allah menjadi sia-sia jika tidak digunakan dan dibelanjakan sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah subhanahu wata‘ala.
  • Lebih-lebih lagi dalam perkara-perkara yang menyempurnakan agama seperti zakat, mengerjakan haji dan memberi nafkah kepada tanggungan, maka menahan hak atau harta tersebut adalah suatu kesalahan besar di sisi agama.

6. Hubbul jah (Mencintai kemegahan)

  • Yaitu memikirkan kemegahan, kebesaran dan pangkat, tetapi melupakan yang lainnya.
  • Perasaan menginginkan kemegahan dan pangkat kebesaran menjadikan perbuatan seseorang itu tidak ikhlas karena Allah.
  • Akibat dari sifat tersebut bisa membawa kepada tipu daya sesama manusia dan bisa menyebabkan seseorang itu membelakang pada kebenaran karena menjaga pangkat dan kebesaran.

7. Hubbud dunya (Cinta dunia)

  • bermaksud menginginkan dunia, yaitu mencintai perkara-perkara yang berbentuk keduniaan yang tidak membawa sedikit pun kebajikan di akherat.
  • Banyak perkara yang diinginkan oleh manusia yang terdiri dari kesenangan dan kemewahan. Di antara perkara-perkara tersebut ada perkara-perkara yang tidak dituntut oleh agama dan tidak menjadi kebajikan di akhirat.
  • Oleh yang demikian, cinta dunia itu adalah mengutamakan perkara-perkara tersebut sehingga membawa kepada lalai hatinya dari menunaikan kewajiban-kewajiban kepada Allah.
  • Namun begitu, menjadikan dunia sebagai jalan untuk menuju keridhaan Allah bukanlah suatu kesalahan.

8. Takabbur (sombong)

  • Yaitu membesarkan diri atau berkelakuan sombong dan congkak.
  • Orang yang takabbur itu memandang dirinya lebih mulia dan lebih tinggi pangkatnya daripada orang lain serta memandang orang lain itu hina dan rendah pangkat.
  • Sifat takabbur ini tiada sedikit pun faedah, tetapi malah membawa kepada kebencian Allah dan juga manusia dan kadangkala membawa kepada keluar daripada agama(murtad) karena enggan tunduk kepada kebenaran.

9. ‘Ujub (bangga diri)

  • Yaitu merasa atau menyangkakan dirinya lebih sempurna.
  • Orang yang bersifat ‘ujub adalah orang yang timbul di dalam hatinya sangkaan bahwa dia adalah seorang yang lebih sempurna dari segi pelajarannya, amalannya, kekayaannya atau sebagainya dan ia menyangka bahwa orang lain tidak berupaya melakukan sebagaimana yang dia lakukan.
  • Dengan itu, maka timbullah perasaan menghina dan memperkecil-kecilkan orang lain dan lupa bahwa tiap-tiap sesuatu itu ada kelebihannya.

10. Riya’ (memamerkan kebaikan kepada orang lain)

  • Yaitu memperlihatkan dan menunjuk-nunjuk amalan kepada orang lain.
  • Setiap amalan yang dilakukan dengan tujuan menunjuk-nunjuk akan hilanglah keikhlasan dan menyimpang dari tujuan asal untuk beribadah kepada Allah semata-mata.
  • Orang yang riya’ adalah sia-sia segala amalannya karena niatnya telah menyimpang yang disebabkan oleh dirinya sendiri yang hanya menginginkan pujian dari manusia.Abu ‘Ashim menuturkan kepada kami dari Ibnu Juraij dari Atha’, dia berkata; Aku mendengar Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma. Dia berkata; Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seandainya anak keturunan Adam memiliki dua lembah harta niscaya dia masih akan mencari yang ketiga. Dan tidak akan pernah menyumbat rongga anak Adam selain tanah, dan Allah menerima taubat bagi siapa pun yang mau bertaubat.” (HR. Bukhari dalam Kitab ar-Riqaq, hadits no. 6436, lihat Fath al-Bari [11/286] oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-’Asqalani rahimahullah)

11. Munafik

  • Banyak orang saat ini yg salah dlm mendefinisikan munafik, Hadits Rasulullah SAW:Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
  • Tanda orang munafik itu ada 3
  1. Apabila berbicara ia berdusta
  2. Apabila berjanji ia mengingkari
  3. Apabila diberi amanat ia berkhianat( HR Muslim )

Jauh Panggang dari Api, dari yg di definisikan oleh masyarakat Awam sekarang ini. Kaffah lah dalam BerIslam, jgn setengah2, beginilah jadinya pada seneng yg namanya porno2an, semi maupun Full. hayo sadar!!


12. Mengumbar Hawa Nafsu


Hawa nafsu terdiri dari dua perkataan: hawa (الهوى) dan nafsu (النفس)."Dalam bahasa Melayu 'nafsu' bermakna keinginan, kecenderungan atau dorongan hati yang kuat. Jika ditambah dengan perkataan hawa (=hawa nafsu), biasanya dikaitkan dengan dorongan hati yang kuat untuk melakukan perkara yang tidak baik. Adakalanya bermakna selera, jika dihubungkan dengan makanan. Nafsu syahwat pula bererti keberahian atau keinginan bersetubuh.[1]"

"Ketiga-tiga perkataan ini (hawa, nafsu dan syahwat)berasal dari bahasa Arab:Hawa (الهوى): sangat cinta; kehendak.Nafsu (النفس): roh; nyawa; jiwa; tubuh; diri seseorang; kehendak; niat; selera; usaha.Syahwat (الشهوة): keinginan untuk mendapatkan yang lazat; berahi.[2]"

Ada sekolompok orang menganggap hawa nafsu sebagai "syaitan yang bersemayam didalam diri manusia," yang bertugas untuk mengusung manusia kepada kefasikan atau pengingkaran.

Memperturuti hawa nafsu akan membawa manusia kepada kerusakan. Akibat pemuasan nafsu jauh lebih mahal ketimbang kenikmatan yang didapat darinya. Hawa nafsu yang tidak dapat dikendalikan juga dapat merusak potensi diri seseorang.

Sebenarnya setiap orang diciptakan dengan potensi diri yang luar biasa, tetapi hawa nafsu dapat menghambat potensi itu muncul kepermukaan. potensi yang dimaksud di sini adalah potensi untuk menciptakan keadilan, ketenteraman,keamanan, kesejahteraan, persatuan dan hal-hal baik lainnya.

Namun karena hambatan nafsu yang ada pada diri seseorang potensi-potensi tadi tidak dapat muncul kepermukan (dalam realita kehidupan). Maka dari itu mensucikan diri atau mengendalikan hawa nafsu adalah keharusan bagi siapa saja yang menghendaki keseimbangan, kebahagian dalam hidupnya karena hanya dengan berjalan dijalur-jalur yang benar sajalah menusia dapat mencapai hal tersebut.

Sabtu, 06 Februari 2010

Nasehat Untukku dan Kamu

Nasehat ini untuk semuanya ……….
Untuk mereka yang sudah memiliki arah………
Untuk mereka yang belum memiliki arah………
dan untuk mereka yang tidak memiliki arah.
Nasehat ini untuk semuanya…….
Semua yang menginginkan kebaikan.Nikah itu ibadah…
Nikah itu suci……….. ……
Memang nikah itu bisa karena harta, bisa karenakecantikan,
bisa karena keturunan dan bisa karena agama.
Jangan engkau jadikan harta, keturunan maupun kecantikan sebagai alasan…..
karena semua itu akan menyebabkan celaka.
Jadikan agama sebagai alasan….
.engkau akan mendapatkan kebahagiaan
Tidak dipungkiri bahwa keluarga terbentuk karena cinta….
Namun jika cinta engkau jadikan sbg landasan,maka keluargamu akan rapuh,
akan mudah hancur
Jadikanlah ” ALLAH ” sebagai landasan……
Niscaya engkau akan selamat, Tidak saja dunia, tapi juga akherat…….
Jadikanlah ridho Allah sebagai tujuan……
Niscaya mawaddah, sakinah dan warahmah akan tercapai.
Jangan engkau menginginkan menjadi raja dalam “Istanamu”…..
disambut istri ketika datang dan dilayani segala kebutuhan…….
Jika ini kau lakukan “istanamu” tidak akan langgeng..
Lihatlah manusia ter-agung Muhammad saw….
Beliau tidak marah ketika harus tidur di depan pintu,
beralaskan sorban,karena sang istri tercinta tdk mendengar kedatangannya.
Tetap tersenyum meski tidak mendapatkan makanan
tersaji dihadapannya ketika lapar…….
.Menjahit bajunya yang robek……..
Jangan engkau menginginkan menjadi ratu dalam “istanamu”…..
Disayang, dimanja dan dilayani suami……
Terpenuhi apa yang menjadi keinginanmu…
.Jika itu engkau lakukan, “istanamu” akan menjadi neraka bagimu
Jangan engkau terlalu cinta kepada istrimu………
Jangan engkau terlalu menuruti istrimu……
Jika itu engkau lakukan akan celaka…
Engkau tidak akan dapat melihat yang hitam dan yang putih,
tidak akan dapat melihat yang benar dan yang salah…..
Lihatlah bagaimana Allah menegur ” Nabi “-mu
tatakala mengharamkan apa yang Allah halalkan
hanya karenamenuruti kemauan sang istri.
Tegaslah terhadap istrimu…..
Dengan cintamu, ajaklah dia taat kepada Allah…….
Jangan biarkan dia dengan kehendaknya……
Lihatlah bagaimana istri Nuh dan Luth…..
Di bawah bimbingan manusia pilihan, justru mereka menjadi penentang…..
Istrimu bisa menjadi musuhmu….
Didiklah istrimu…
Jadikanlah dia sebagai Hajar, wanita utama yang loyal terhadap tugas suami, Ibrahim.
Jadikan dia sebagai Maryam, wanita utama yang bisa menjaga kehormatannya……
Jadikan dia sebagai Khadijah, wanita utama yang bisa mendampingi sangsuami Muhammad saw menerima tugas risalah….
Istrimu adalah tanggung jawabmu….
Jangan kau larang mereka taat kepada Allah…..
Biarkan mereka menjadi wanita shalilah…
Biarkan mereka menjadi hajar atau Maryam….
Jangan kau belenggu mereka dengan egomu…
Jika engkau menjadi istri…
Jangan engkau paksa suamimu menurutimu…
Jangan engkau paksa suamimu melanggar Allah……
Siapkan dirimu untuk menjadi Hajar, yang setia terhadap tugas suami…..
Siapkan dirimu untuk menjadi Maryam, yang bisa menjaga kehormatannya….
Siapkan dirimu untuk menjadi Khadijah, yang bisa yang bisa mendampingi suami menjalankan misi.
Jangan kau usik suamimu dengan rengekanmu….
Jangan kau usik suamimu dengan tangismu….
Jika itu kau lakukan…..
Kecintaannya terhadapmu akanmemaksanya menjadi pendurhaka……
jangan………
.Jika engkau menjadi Ayah.....
Jadilah Ayah yang bijak seperti Lukmanul Hakim
Jadilah Ayah yang tegas seperti Ibrahim
Jadilah Ayah yang kasih seperti Muhammad saw
Ajaklah anak-anakmu mengenal Allah……….
Ajaklah mereka taat kepada Allah…….
Jadikan dia sebagai Yusuf yang berbakti…….
Jadikan dia sebagai Ismail yang taat…….
Jangan engkau jadikan mereka sebagai Kan’an yang durhaka.
Mohonlah kepada Allah……….
Mintalah kepada Allah, agar mereka menjadi anak yang shalih…..
Anak yang bisa membawa kebahagiaan.
Jika engkau menjadi ibu….
Jadilah engkau ibu yang bijak,
ibu yang teduh….
Bimbinglah anak-anakmu dengan air susumu….
Jadikanlah mereka mujahid………
Jadikanlah mereka tentara-tentara Allah…
Jangan biarkan mereka bermanja-manja…..
Amin….
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh